Tanggal 12 Januari adalah Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional. Penetapan tersebut merupakan amanat dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.245/MEN/1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, yang dilatarbelakangi bertepatan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. UU 1/1970 mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak hanya menjadi kepentingan pekerja, namun juga menjadi kepentingan dunia usaha.
Kecelakaan Kerja
Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, kasus kecelakaan kerja peserta Program Jaminan Kecelakaan Kerja pada semeseter I tahun 2015 berjumlah 50.089 kasus, yang menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya mencapai 53.319 kasus. Penurunan kasus kecelakaan kerja dapat terjadi karena BPJS Ketenagakerjaan turut aktif dalam mengadakan safety training untuk para pekerja, khususnya untuk pekerja dengan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Namun, peningkatan terjadi di Program Jaminan Kematian dari 10.351 kasus pada 30 Juni 2014 menjadi 11.406 kasus pada 30 Juni 2015. Peningkatan kasus kematian dikarenakan semakin banyak pekerja yang memasuki usia tua.
Kecelakaan kerja dapat terjadi di kegiatan aktivitas formal dan informal, data BPJS Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 98-100 ribu kasus setiap tahunnya terjadi di Indonesia dengan jumlah angkatan kerja 121 juta orang. Dimana dari 98 ribu tercatat 2.400 meninggal dunia, belum termasuk cacat tetap diantaranya cacat anatomis dan cacat fungsi sebanyak 40%. Jumlah kecelakaan kerja yang tercatat merupakan fenomena gunung es, dimana adanya kemungkinan di lapangan menunjukkan tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi namun tidak tercatat.
International Labour Organization (ILO) mencatat bahwa setiap hari terjadi sekitar 6.000 kecelakaan kerja fatal di dunia. Di Indonesia sendiri, terdapat kasus kecelakaan yang setiap harinya dialami para buruh dari setiap 100 ribu tenaga kerja dan 30% di antaranya terjadi di sektor konstruksi. Padahal, jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi saat ini telah mencapai 6 juta orang, namun angka kecelakaan kerja masih relatif tinggi. Tetapi, apabila dibandingkan dengan negara lain Indonesia masih rendah, seperti di Singapura angka kecelakaan kerja sektor konstruksi mencapai 74%. Bahkan apabila dibandingkan dengan negara Eropa, angka kecelakaan kerjanya rata-rata mencapai 600 ribu. Kecelakaan kerja di sektor konstruksi dapat terjadi karena kurangnya pengawasan yang mengakibatkan lemahnya perlindungan kerja. Kondisi tersebut semakin kontradiktif karena hanya ada sekitar 1.500 pengawas untuk mengawasi pekerjaan inrastruktur yang diselenggarakan oleh sekitar 175 ribu perusahaan konstruksi. Pekerja konstruksi memiliki masa kerja yang terbatas, namun kondisi kerjanya yang berat.
Apabila ditinjau dari perspektif ekonomi, diperkirakan lebih dari 4% Produk Domestik Bruto (PDB) digunakan untuk membiayai kecelakaan dan penyakit akibat kerja (ILO, 2015). Persentase tersebut setara dengan biaya sebesar US$ 2,8 triliun yang digunakan untuk mengganti kehilangan waktu kerja, gangguan produksi, kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta ganti rugi kepada keluarga korban.
Membudayakan K3
Salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja adalah masih rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan K3 di kalangan industri dan masyarakat. Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan dari sejumlah angkatan kerja tahun 2015 yang sebesar 121 juta, namun secara faktual baru mengetahui masalah K3 setelah memasuki dunia kerja. Pekerja yang selama ini ketika memasuki dunia kerja, dianggap sudah mengetahui dan berperilaku K3. Namun kenyataannya, angkatan kerja Indonesia sebagian besar dengan tingkat pendidikan rendah, yang asumsinya tidak memiliki pengetahuan dan berperilaku K3.
Penerapan K3 seringkali dianggap sebagai beban biaya, bukan sebagai investasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, sehingga mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja di dunia usaha. Peradigma implementasi K3 sebagai cost harus dirubah, karena harus disadari bahwa penerapan K3 merupakan bentuk investasi SDM yang menentukan keberhasilan bisnis perusahaan. Sebagai langkah untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, maka diperlukan peningkatan upaya K3 dalam mencegah kecelakaan kerja dan penyakit sebagai akibat kerja melalui sosialisasi dan kampanye nasional K3 ke kawasan industri dan masyarakat. Pengusaha, pekerja dan masyarakat umum harus dilibatkan secara kontinyu, sehingga keselamatan kerja menjadi hal yang prioritas dan membudaya.
Upaya membangun kesadaran mengenai pentingnya K3 perlu ditanamkan sejak dini, mulai dari bangku pendidikan. Perguruan tinggi, yang notabene menghasilkan lulusan untuk masuk ke dunia kerja, dapat memainkan peranan dengan memasukkan pengenalan bekerja yang aman di dalam kurikulum pendidikannya, sehingga lulusannya lebih siap bekerja dengan berperilaku K3.
Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan perlu kontinyu melakukan upaya pencegahan, serta memberikan reward and punishment bagi pelaksanaan Sistem Manajemen K3 (SMK3) pada perusahaan. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, penerima penghargaan tahun 2015 meningkat sebesar 25% dari tahun sebelumnya. Sedangkan, perusahaan penerima penghargaan nihil kecelakaan kerja (zero accident award) tahun 2015 sebanyak 7.249 perusahaan atau terjadi peningkatan sebanyak 14,95% apabila dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada 12 Januari 2016, Menteri Ketenagakerjaan (M. Hanif Dhakiri) mencanangkan peringatan Hari K3 Nasional sebagai tanda dimulainya bulan K3 nasional tahun 2016 yang diselenggarakan secara serentak di seluruh tanah air, dengan tema “Kemandirian Masyarakat Indonesia Berbudaya K3 Tahun 2020”. Hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk terus membudayakan K3 dalam kehidupan masyarakat, terutama di lingkungan kerja, sehingga mampu membangun kesadaran mengenai pentingnya implementasi nilai-nilai K3. Membudayakan K3 merupakan salah satu bentuk kontribusi dalam membangun bangsa agar dapat bersaing dengan bangsa lain, terutama dalam mendorong produktivitas dan daya saing di pasar internasional.
Artikel ini telah dipublikasikan di http://seputarsulawesi.com/